SEARCH THIS PAGE

Kamis, 16 November 2017

ETOS KERJA



Masyarakat Yunani: Plato membagi kelas dlm negara mengikuti struktur jiwa. Ada tiga kelas: penasehat, pembantu penasehat/militer, dan penghasil (petani, tukang sepatu, dll). Plato mengunggulkan orang yang aktivitasnya berhubungan dengan pikiran/akal budi. Aristoteles : yang berharga adalah aktivitas berpikir yg khas manusia. Aktivitas tubuh dianggap kurang bernilai.
Abad pertengahan: menekankan hal spiritual. Kegiatan dagang dianggap mengganggu hidup spiritual.
Reformasi dan industrialisasi: kerja = sarana mengembangkan pribadi (Weber). Kerja = ungkapan rasa memiliki Kerajaan Surga.
Kerja berkaitan dengan eksistensi manusia. Apakah semua kegiatan dpt diakui kerja? Ternyata tidak. Ada tiga faktor penting: 1) Kerja melibatkan totalitas subjek. 2) Hasil yang bermanfaat, 3) Mengeluarkan energi.
Kerja = kegiatan yang direncanakan, melibatkan pikiran dan kemauan sungguh-sungguh.
Apa beda kerja manusia vs kerja hewan? Dalam tatanan ragawi kerja manusia = kerja hewan. Dalam tatanan intelektif berbeda. Bedanya: 1) jenis energi yg dikeluarkan: manusia bs mengeluarkan energi psikis, hewan tdk. 2) Hasil kerja: hewan hanya utk pemenuhan hidup, manusia jg memenuhi keb psikis dan spiritual. 3) dorongan kerja. Hewan dr naluri, sementara manusia kerja=aktivitas bebas. 4) Makna kerja: Manusia memberi makna, sedangkan hewan tidak.
Tiga dimensi kerja :
  • Dimensi personal: dlm kerja manusia mengungkapkan dirinya scr nyata. Lwt kerja ia punya harapan akan masa depan. Dgn kerja manusia menunjukkan nilai kemanusiaannya.
  • Dimensi sosial: Kerja punya makna sosial. Hidup manusia = sebuah keterlemparan bersama org lain. Apa yang dilakukan manusia selalu melibatkan org lain. Kerja tdk bs lepas dr bingkai sosialitas. Setiap kali org kerja bukan hanya utk dirinya, tp jg utk org lain.
  • Dimensi etis: Dimensi ini punya posisi vital, krn dgnya kerja memiliki makna. Kerja berkaitan dengan nilai moral. Nilai etis yg dituntut dalam kerja: 1) keadilan, 2) tanggungjawab, dan 3) kejujuran.

EKSISTENSIALISME (Jean Paul Sartre)



Aliran filsafat yang pokok utamanya adalah manusia dan cara beradanya yang khas di tengah makhluk lainnya. Jiwa eksistensialisme ialah pandangan manusia sebagai eksistensi. Etimologis: ex= keluar, sistentia (sistere)=berdiri. Manusia bereksistensi = manusia baru menemukan diri sebagai aku dengan keluar dari dirinya. Pusat diriku terletak di luar diriku. Ia menemukan pribadinya dengan seolah-olah keluar dari dirinya sendiri dan menyibukkan diri dengan apa yang diluar dirinya. Hanya manusialah bereksistensi. Eksistensi tidak bisa disamakan dengan ‘berada’. Pohon, anjing berada, tapi tidak berseksistensi.

Eksistensialisme dari segi isi bukan satu kesatuan, tapi lebih merupakan gaya berfilsafat. Beberapa tokoh filsafat yg menganut gaya eksistensialisme, antara lain Kierkegaard, Edmund Husserl, Martin Heidegger, Gabriel Marcel, dan Jean Paul Sartre. Sulit menyeragamkan definisi mengenai eksistensialisme, karena adanya perbedaan pandangan mengenai eksistensi itu sendiri. Namun satu hal yang sama: filsafat harus bertitik tolak pada manusia konkrit, manusia sebagai eksistensi, maka bagi manusia eksistensi mendahului esensi.

Ciri eksistensialisme :
  • Motif pokok adalah eksistensi, cara manusia berada. Hanya manusia bereksistensi.
  • Bereksistensi hrs diartikan scr dinamis. Bereksistensi berarti menciptakan diri scr aktif, berbuat, menjadi, merencanakan.
  • Manusia dipandang terbuka, belum selesai. Manusia terikat pd dunia sekitarnya, khususnya pd sesamanya.
  • Memberi penekanan pd pengalaman konkrit.
Siapa itu Jean Paul Sartre ?
·         Lahir di Paris 1905
·         1929 menjadi guru
·         1931-36 dosen filsafat di Le Havre
·         1941 menjadi tawanan perang
·         1942-44 dosen Loycee Pasteur
·         Banyak menulis karya filsafat dan sastra.
·         Dipengaruhi oleh Husserl dan Heidegger.

Pemikiran filsafat Sartre :
  • Sulit menjabarkan pemikiran filsafat Sartre scr singkat.
  • Bagi Sartre, manusia mengada dengan kesadaran sbg dirinya sendiri. Keberadaan manusia berbeda dg keberadaan benda lain yg tdk punya kesadaran.
  • Untuk manusia eksistensi adalah keterbukaan, beda dg benda lain yg keberadaannya sekaligus berarti esensinya.  Bagi manusia eksistensi mendahului esensi.
  • Asas pertama utk memahami manusia hrs mendekatinya sbg subjektivitas. Apapun makna yg diberikan pd eksistensinya, manusia sendirilah yang bertanggungjawab.
  • Tanggungjawab yg menjadi beban kita jauh lebih besar dr sekedar tanggungjawab thdp diri kita sendiri.
  • Dibedakan ‘berada dlm diri’ dan ‘berada untuk diri’
  • Berada dalam diri = berada an sich, berada dlm dirinya, berada itu sendiri. Mis. meja itu meja, bukan kursi, bukan tempat tidur. Semua yang berada dalam diri ini tdk aktif. Mentaati prinsip it is what it is. Maka bagi Sartre  segala yang berada dalam diri: memuakkan.
  • Sementara berada untuk diri=berada yg dengan sadar akan dirinya, yaitu cara berada manusia. Manusia punya hubungan dg keberadaannya. Bertanggungjawab atas fakta bhw ia ada. Mis. Manusia bertanggungjawab bhw ia pegawai, dosen. Benda tdk sadar bhw dirinya ada, tp manusia sadar bhw dia berada. Pd manusia ada kesadaran.
  • Biasanya kesadaran kita bukan kesadaran akan diri, melainkan kesadaran diri.
  • Dibedakan ‘berada dlm diri’ dan ‘berada untuk diri’
  • Berada dalam diri = berada an sich, berada dlm dirinya, berada itu sendiri. Mis. meja itu meja, bukan kursi, bukan tempat tidur. Semua yang berada dalam diri ini tdk aktif. Mentaati prinsip it is what it is. Maka bagi Sartre  segala yang berada dalam diri: memuakkan.
  • Sementara berada untuk diri=berada yg dengan sadar akan dirinya, yaitu cara berada manusia. Manusia punya hubungan dg keberadaannya. Bertanggungjawab atas fakta bhw ia ada. Mis. Manusia bertanggungjawab bhw ia pegawai, dosen. Benda tdk sadar bhw dirinya ada, tp manusia sadar bhw dia berada. Pd manusia ada kesadaran.
  • Biasanya kesadaran kita bukan kesadaran akan diri, melainkan kesadaran diri.
Dalam eksistensi manusia, kehadiran selalu menjelama sbg wujud yg bertubuh. Tubuh mengukuhkan kehadiran manusia. Tubuh sbg pusat orientasi tdk bisa dipandang sbg alat sematamata,tp mengukuhkan kehadiran kita sbg eksistensi.

Komunikasi = suatu hal yg apriori tak mungkin tanpa adanya sengketa, krn setiap kali org menemui org lain pd akhirnya akan terjadi saling objektifikasi, yg seorg seolah2 membekukan org lain.  Terjadi saling pembekuan shg masing2 jadi objek.
Cinta = bentuk hubungan keinginan saling memiliki (objek cinta). Akhirnya cinta bersifat sengketa krn objektifikasi yg tak terhindarkan.

   
 

DISKUSI KELOMPOK MANUSIA DAN AFEKTIVITASNYA



DISKUSI KELOMPOK

1.      Mengapa dikatakan perbuatan afektif lebih ekstasis, lebih dinamis, dan lebih realistis daripada perbuatan mengenal?
-          Perbuatan afektif itu lebih pasif dari perbuatan mengenal. Perbuatan afektif subjek lebih dipengaruhi/dikuasai oleh objek. Akibatnya dalam perbuatan, subjek lebih dikenal oleh pihak objek.
-          Lebih ekstatis karena keluar dari diri sendiri sehingga subjek seolah-olah dilepaskan dan kehilangan dalam objeknya.
-          Lebih dinamis karena secara langsung perbuatan itu mempersiapkan si subjek dan mendorongnya kearah bertindak.
-          Perbuatan afektif juga disebut lebih realistis karena perbuatan subjek itu lebih dihubungkan dengan apa yang khusus dan nyata dalam objek itu.

2.        Syarat fundamental apakah yang harus ada supaya perbuatan afektif bisa terjadi ?
-          Karena hidup atau karena menjadi manusiawi. Supaya ada afektifitas harus ada suatu daya tarik-menarik atau suatu ikatan kesamaan atau gabungan tertentu antara si subjek dan objek perbuatan afektifnya. Jika seseorang tidak memiliki hubungan dengan subjek yang berhubungan, maka sangat tidak memungkinkan untuk menciptakan perbuatan afektif yang terjadi.

3.        Apakah psikologi membenarkan pendapat bahwa ada perlawanan antara cinta akan diri sendiri dan cinta akan sesama ?
-          Tidak. Karena cinta kepada diri sendiri dengan cinta terhadap sesame merupakan sesuatu yang berlawanan. Untuk memiliki cinta terhadap sesama kita harus memiliki hubungan khusus dengan subjek yang berhubungan. Sedangkan cinta terhadap diri sendiri kita bangun dengan sendirinya. Namun seringkali banyak manusia yang tidak dapat menerima dan mencintai diri sendiri dan lebih dapat mencintai sesamanya. Untuk kasus seperti ini dibutuhkan pemenuhan diri dan usaha untuk menemukan jati diri sehingga dapat lebih mencintai diri sendiri.

MANUSIA DAN AFEKTIVITASNYA



Kekayaan dan Kompleksitas Afektivitas Manusia
            Manusia mempunyai kemampuan mengenal dan memiliki afektivitas. Kita dianugrahi afektivitas, maka kita bisa merasa puas dengan memandang alam semesta , hal-hal  yg menarik perhatian,  dan yang menggerakkan hati kita.

Seluruh kegiatan afektivitas bersandar pada dua hal, yaitu :
1.    Mencintai: Cinta sebagai akibat afektivitas yang baik. Ini disebut afektivitas positif.
2.    Benci: sebagai akibat dari sesuatu yang jelek yang disebut afektifitas negatif.

            Afektivitas termasuk dalam unsur-unsur pokok dasariah cara kita berada di dunia dan dimensi-dimensi esensial roh kita. Hidup afektif atau afektivitas adalah keseluruhan dari perbuatan afektif yang dialami oleh subjek dan juga dinamisme-dinamisme perbuatan-perbuatannya. perbuatan afektif itu lebih pasif dari perbuatan mengenal. Perbuatan afektif subjek lebih dipengaruhi/dikuasai oleh objek. Akibatnya dalam perbuatan, subjek lebih dikenal oleh pihak objek. Perbuatan afektif juga lebih bersifat realistis, karena subjek lebih diuntungkan dengan apa yang khusus dan nyata dalam objek itu. Supaya ada afektifitas harus ada suatu daya tarik-menarik atau suatu ikatan kesamaan atau gabungan tertentu antara si subjek dan objek perbuatan afektifnya.

            Plato dan Aristoteles mendefinisikan kebaikan atau yang baik itu sebagai apa yang dapat dijadikan objek dari keinginan atau dari kecenderungan, sebagai apa yang cocok dgn seseorang.

            Kehendak manusia seperti Hidup, Cinta, Kebenaran, Keindahan, Keadilan, Kebebasan, Kreativitas dll. Ditinjau dari sudut subjek, maka nilai itu membangkitkan dalam dirinya rasa hormat dan kekaguman, menimbulkan persetujuan dan keterlibatannya dan sebagai gantinya menjanjikan kepadanya penyempurnaan.

            Dipandang dari dalam diri sendiri nilai itu adalah sesuatu yang betul-betul berharga, yang pantas diperoleh dengan perjuangan keras dan makin orang dengan sepenuh hati memperjuangkan itu makin  itu atau menyamakan diri sebagai lebih kaya, nilai bersandar pada Yang Mutlak atau menyamakan diri dengan-Nya yang melebihi semua objek dimana nilai direalisir.

Kesenangan harus dicurigai?
-       Dari semua afektif, mungkin kesenanganlah yang merupakan cara yang paling sesuai dengan kodrat kita. Sekurang-kurangnya, kesenanganlah yang kita cari secara paling spontan.

Lawan dari kesenangan adalah penderitaan = cara afektif yang timbul dalam diri kita oleh karena salah satu kecenderungan-kecenderungan kita dilawan, dirintangi, digagalkan, entah karena objek kecenderungan itu luput atau ditarik kembali dari kita, entah kita tidak sampai mencapainya, mempergunakannya, atau berkomunikasi dengannya.

Ajaran agama mengajarkan cintailah sesamamu seperti kamu sendiri. Ini berarti hormat kepada keutuhan dan kekhususaan diri sendiri, cinta dan pengertian akan diri sendiri, tidak terpisahkan dari hormat, cinta dan pengertian akan orang lain.

Yang dikehendaki oleh manusia secara mutlak adalah kebaikan atau ada sebagai kebaikan. Sepanjang hidup ini, Tuhan tidak dikenal secara lengkap. Itu sebabnya mengapa manusia bisa tidak mengarah kepada-Nya pada taraf kesadaran jernihnya.

Keaslian kehendak itu adalah keaslian pengetahuan intelektual, walau tidak dapat berada tanpa pengetahuan inderawi, namun sifatnya lebih tinggi dan tidak bisa direduksikan kepada pengetahuan inderawi.

Dua argumen klasik mengenai kehendak, yaitu:
-          Argumen persetujuan umum, sebagian besar manusia percaya bahwa mereka dilengkapi dengan kehendak bebas, kehendak manusia adalah bebas.
-          Argumen psikologis, sebagian besar manusia secara spontan mengakui kebebasan sebagai hasil pengalaman.

ETOS KERJA

Masyarakat Yunani: Plato membagi kelas dlm negara mengikuti struktur jiwa. Ada tiga kelas: penasehat, pembantu penasehat/militer, dan p...