Zeno lahir tahun 490 SM di Elea. Zeno adalah murid dari
Parmenides. Dia mempunyai empat argumen untuk kesimpulan bahwa tidak ada
gerakan – hal ini adalah sebagai dukungan untuk apa yang dinyatakan gurunya.
Zeno dikenal banyak orang karena namanya tercantum pada halaman pertama buku
Parmenides karangan Plato. Diperkirakan bahwa saat itu Zeno berumur 40 tahun,
sedang Socrates masih remaja, kisaran usia 20 tahun. Dengan mengetahui bahwa
Socrates lahir pada 469 SM, maka diperkirakan Zeno lahir pada tahun 490 SM.
Disinyalir bahwa Zeno mempunyai hubungan “khusus” dengan Parmenides. Catatan
Plato menyebutkan adanya gosip bahwa mereka saling jatuh cinta saat Zeno masih
muda, dan tulisan Zeno tentang paradox digunakan untuk melindungi filsafat
Parmenides dari para pengkritiknya. Semua catatan itu tidak pernah ada dan
cerita itu dituturkan oleh tangan kedua. Tulisan.Aristoteles yang terdapat pada
Simplicius – terbit ribuan tahun setelah Zeno digunakan sebagai acuan.
Zeno
dari Elea, lahir pada awal mulainya perang Persia – konflik antara Timur dan
Barat. Yunani dapat menaklukkan Persia, tapi semua filsuf Yunani tidak pernah
berhasil menaklukkan Zeno. Zeno mengemukakan 6 paradoks, teka-teki yang tidak
dapat dipecahkan oleh logika filsuf terkemuka Yunani saat itu. Paradoks yang
dilontarkan Zeno membingungkan semua filsuf Yunani, namun tidak seorang pun
dapat menemukan kesalahan pada logika Zeno. Paradoks ini menjadi sangat
termasyur karena terus “mengganggu” pemikiran para matematikawan; dan baru
dapat dipecahkan hampir 2000 tahun kemudian. Paradoks-paradoks yang
paling banyak mengusik dan membingungkan para pemikir semenjak dua millennium
yang lalu adalah karya-karyanya: 1.
Kura-kura dan Achilles, 2. Gerakan anak
panah, dan 3. Argumen dikotomi.
1. Kura-Kura dan Achilles
Achilles
adalah nama seorang kesatria pada perang Troya. Dalam mitologi Yunani
disebutkan bahwa dia berlomba lari dengan kura-kura, tetapi Achilles tidak
dapat mengalahkan kura-kura. Untuk menjelaskannya maka digunakan angka-angka
paradoks. Ketika Achilles berlari dengan kecepatan 1 meter per detik, kura-kura
berjalan dengan kecepatan setengahnya, ½ meter per detik. Akan tetapi,
kura-kura memulai pertandingan hanya menempuh separuh jarak yang
harus ditempuh. Yakni, jarak yang seharusnya ditempuh dua kilometer, tetapi
kura-kura mengawalinya pada posisi 1 km, sedang Archilles pada titik 0 km.
Kura-kura telah mulai berjalan ketika Achilles mencapai tempatnya. Pada saat
Achilles telah menempuh jarak 1 kilometer, kura-kura telah berada pada posisi
1,5 kilometer. Ketika Achilles berada di posisi 1,5 kilometer, kura-kura berasa
pada posisi 1,75 kilometer. Ketika Achilles berada pada posisi 1,75 kilometer,
kura-kura berada pada posisi 1,875 kilometer. Lalu pada posisi berapa
kilometerkah Achilles dapat menyusul kura-kura?. Zeno menyatakan bahwa ruang
dan waktu adalah sebuah kesinambungan, sehingga jika ada gerakan, maka akan ada
gerakan yang sama. Tidak sebagaimana pendapat orang-orang pada umumnya, Zeno
juga menyatakan bahwa Achilles tidak akan dapat melewati kura-kura
karena ada tahapan tak terbatas.
Siapa saja tentu akan berpendapat bahwa Achilles pasti dapat mengalahkan kura-kura. Akan tetapi menurut Zeno, Achilles tidak akan pernah dapat menyusul kura-kura. Bahkan, para filsuf pada zamannya juga tidak mampu menjelaskan paradoks tersebut. Padahal, mereka tahu bahwa kesimpulan tersebut salah. Sesungguhnya para filsuf hanya mengandalkan logika. Dalam kasus ini, deduksi sama sekali tidak berguna. Bagi para filsuf, persoalan tersebut sungguh sangat membingungkan, tetapi mereka tidak mampu membongkar permasalahannya, yakni masalah ketidakterhinggaan.
2.
Gerakan Anak Panah
Zeno
menceritakan bahwa anak panah dapat melesat terbang karena dilepaskan dari
busurnya. Dan pada waktu tertentu, anak panah tersebut dalam keadaan diam dan
tidak diam. Jika waktu tidak dapat dibagi, maka anak panah tidak akan dapat
bergerak. Oleh karena waktu tersusun dari satuan saat, maka anak panah tidak
dapat bergerak pada suatu saat tertentu, tidak dapat bergerak pula
pada waktu tertentu. Dengan demikian, anak panah selalu diam. Kapan saja, anak
panah yang melayang tentu menuju pada suatu tempat tertentu, tetapi sebenarnya
dia tidak benar-benar bergerak.
3. Argumen Dikotomi
Menurut
Zeno, sesungguhnya sebuah ruang kosong yang menimbulkan jarak tertentu, jarak
tersebut tidak terbatas, karena masih dapat dibagi lagi ke dalam jarak-jarak
yang tidak terbatas jumlahnya. Karena, jarak tertentu tersebut masih dapat
dibagi lagi menjadi titik-titik yang tidak akan pernah habis. Jika gerak itu
memang ada, maka pelaku gerak yang akan menempuh suatu jarak tertentu, terlebih
dahulu harus menempuh setengah jarak dari jarak tersebut, sehingga menuju titik
yang tidak terbatas, dan orang yang bergerak itu tidak akan sampai di garis
akhir dari jarak yang akan ditempuhnya. Dengan demikian, gerak tersebut
merupakan hal yang mustahil. Zeno juga menyatakan bahwa benda yang bergerak
terlebih dahulu harus bergerak setengah jarak dari jarak yang akan ditempuhnya,
baru setelah itu jarak sisanya. Maka jika sebuah titik bergerak dari posisi 0
ke posisi 1 pada garis bilangan, maka posisinya mencapai 1/2, selanjutnya 3/4,
selanjutnya 7/8 dan seterusnya. Dalam tahap n, maka akan berada pada posisi 1 -
12n. Dengan demikian, tidak ada n hingga 1 - 12n= 1. Dengan demikian, gerakan
titik tidak akan pernah berada pada posisi 1. Namun demikian, hal ini tidak
dapat melalui angka-angka tidak terhingga berhingga. Dengan demikian tidak ada
gerakan, dan gerakan dari 0 ke 1 merupakan sifat khusus dari gerakan apa saja.
Pendapat Zeno tersebut selama 20 abad lebih tidak dapat dipecahkan secara logis, dan baru dapat dipecahkan setelah para ahli matematika merumuskan definisi limit dari hitungan tak terhingga. Para filsuf dan ahli matematika juga telah banyak memperdebatkan tentang sifat paradoks tersebut, baik dari sudut pandang metafisika maupun matematika.
Adapun penjelasan Plato tentang paradoks-paradoks tersebut dapat ditemukan dalam dialog Parmenides dari Elea, yang ditulis ketika Plato mengunjungi Parmenides dari Elea dan muridnya, Zeno, yang juga dari Elea. Dari penjelasan Plato tentang Parmenides dari Elea, Zeno, dan Socrates, diperkirakan bahwa Zeno lahir sekitar 490 SM. Dalam Dialogue Parmenides dari Elea oleh Plato, Socrates tampak seperti seorang pendengar yang masih muda dalam pelajaran pertama yang diberikan oleh Zeno mengenai paradoksnya di Athena.
Zeno berargumen bahwa semua paradoks-paradoksnya bertujuan untuk menunjukkan tidak konsistennya kepercayaan umum bahwa ada beberapa benda. Plato juga mengklaim bahwa apa yang dilakukan Zeno hanyalah meniru Parmenides dari Elea, tetapi mengubah bentuknya sehingga mengelabui orang-orang bahwa dia telah mengatakan sesuatu yang sama sekali berbeda dari yang dikatakan Parmenides. Dia menyatakan bahwa jika Parmenides dari Elea menyatakan bahwa segala sesuatu itu satu, Zeno mengklaim bahwa tidak ada beberapa benda yang pada hakikatnya memiliki sifat yang sama.
Sedangkan Aristoteles menyatakan bahwa paradoks Zeno selalu diulas dan ditulis kembali oleh orang-orang yang menyunting karyanya sehingga sulit untuk mengatakan mana yang asli dan mana yang telah ditulis kembali oleh penulis lainnnya. Paradoks tentang gerak, yang terdapat dalam pemikiranfisika Aristoteles, tidak memiliki kaitan langsung dengan thesis yang dipegang banyak orang bahwa seluruh karya Zeno adalah mempertanyakan keyakinan umum bahwa ada beberapa benda. Namun dapat dikatakan, berdasarkan paradoks yang dijelaskan oleh Aristoteles, bahwa jika semua itu merupakan karya Zeno, maka tentu akan mempertanyakan pluralitas maupun gerakan.
Pendapat Zeno tersebut selama 20 abad lebih tidak dapat dipecahkan secara logis, dan baru dapat dipecahkan setelah para ahli matematika merumuskan definisi limit dari hitungan tak terhingga. Para filsuf dan ahli matematika juga telah banyak memperdebatkan tentang sifat paradoks tersebut, baik dari sudut pandang metafisika maupun matematika.
Adapun penjelasan Plato tentang paradoks-paradoks tersebut dapat ditemukan dalam dialog Parmenides dari Elea, yang ditulis ketika Plato mengunjungi Parmenides dari Elea dan muridnya, Zeno, yang juga dari Elea. Dari penjelasan Plato tentang Parmenides dari Elea, Zeno, dan Socrates, diperkirakan bahwa Zeno lahir sekitar 490 SM. Dalam Dialogue Parmenides dari Elea oleh Plato, Socrates tampak seperti seorang pendengar yang masih muda dalam pelajaran pertama yang diberikan oleh Zeno mengenai paradoksnya di Athena.
Zeno berargumen bahwa semua paradoks-paradoksnya bertujuan untuk menunjukkan tidak konsistennya kepercayaan umum bahwa ada beberapa benda. Plato juga mengklaim bahwa apa yang dilakukan Zeno hanyalah meniru Parmenides dari Elea, tetapi mengubah bentuknya sehingga mengelabui orang-orang bahwa dia telah mengatakan sesuatu yang sama sekali berbeda dari yang dikatakan Parmenides. Dia menyatakan bahwa jika Parmenides dari Elea menyatakan bahwa segala sesuatu itu satu, Zeno mengklaim bahwa tidak ada beberapa benda yang pada hakikatnya memiliki sifat yang sama.
Sedangkan Aristoteles menyatakan bahwa paradoks Zeno selalu diulas dan ditulis kembali oleh orang-orang yang menyunting karyanya sehingga sulit untuk mengatakan mana yang asli dan mana yang telah ditulis kembali oleh penulis lainnnya. Paradoks tentang gerak, yang terdapat dalam pemikiranfisika Aristoteles, tidak memiliki kaitan langsung dengan thesis yang dipegang banyak orang bahwa seluruh karya Zeno adalah mempertanyakan keyakinan umum bahwa ada beberapa benda. Namun dapat dikatakan, berdasarkan paradoks yang dijelaskan oleh Aristoteles, bahwa jika semua itu merupakan karya Zeno, maka tentu akan mempertanyakan pluralitas maupun gerakan.
Thomas Aquinas, filsuf abad 13, mengulas komentar Aristoteles mengenai paradoks Zeno, dengan berargumen bahwa waktu tidak terjadi dengan cara seketika. Bertrand Arthur William Russel setuju dengan pernyataan Zeno bahwa dalam sebuah durasi yang tidak seketika, sebuah benda hanya dapat diam di dalam ruang angkasa, tetapi dia menyanggah bahwa apa yang terjadi di antara dua momentum tersebut berdasarkan kenyataan bahwa benda yang melayang di ruang angkasa itu bergerak.
Sekian biografi singkat mengenai Zeno dan 3 karya terkemukanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar